Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, dari 102 produk obat sirup yang digunakan pasien, tiga produk mengandung cemaran etilen glikol (EG) atau dietilen glikol (DEG). Ketiga produk obat ini sudah termasuk dalam lima produk obat sirup yang diumumkan mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman.
Di tengah masalah kejadian gagal ginjal akut yang menyebabkan kematian lebih dari 130 anak, diduga akibat obat sirup yang tercemar dan beracun (mengandung zat kimia berbahaya), muncul saran untuk beralih dari produk obat sirup ke obat tablet, kapsul, atau sejenisnya.
Sebenarnya apa yang membedakan satu bentuk obat dengan bentuk lainnya? Mengapa dibuat dalam berbagai wujud yang berbeda?
Obat sirup
Obat berbentuk sirup memiliki beberapa kelebihan dibanding tablet dan kapsul. Obat sirup lebih cepat diserap tubuh karena sudah berada dalam bentuk terlarut.
Selain itu, obat yang dalam bentuk sirup berupa larutan jernih tidak perlu dikocok sebelum meminumnya karena bahan obat sudah terlarut di dalamnya. Obat sirup menjamin kadar bahan aktif obat seragam untuk setiap takaran dosis yang digunakan.
Pengocokan baru diperlukan jika obat berbentuk suspensi (obat berbentuk cair yang mengandung bahan padat tidak larut di dalam cairan pembawa) seperti pada obat maag berbentuk cair. Ada juga yang berbentuk emulsi (obat berbentuk cair yang mengandung minyak yang tersebar merata dalam cairan pembawa), seperti obat emulsi minyak ikan untuk anak-anak.
Obat berbentuk sirup juga membantu pasien anak dan orang lanjut usia yang sulit menelan obat berbentuk tablet ataupun kapsul.
Namun, obat berbentuk sirup juga memiliki keterbatasan.
Tidak semua bahan aktif obat mudah larut dalam air, sehingga terkadang diperlukan bahan tambahan seperti pelarut bukan air (etanol, propilen glikol, gliserol) dalam proses produksi untuk meningkatkan kelarutan obat berbentuk sirup.
Jika ini tidak memungkinkan, maka obat dibuat dalam bentuk suspensi, agar bahan obat bisa tercampur dalam air dengan bantuan bahan tambahan tertentu seperti metilselulosa. Tujuannya untuk membantu bahan padat obat agar tidak mudah mengendap serta pengocokan sebelum digunakan.
Kestabilan obat di dalam bentuk sirup biasanya lebih rendah, sehingga masa simpan obat ini umumnya lebih singkat. Masa simpan hanya 35 hari untuk sirup dengan pelarut air dan ditambahkan pengawet yang telah dibuka dalam kemasannya. Masa simpan ini lebih pendek daripada bentuk tablet ataupun kapsul dengan bahan aktif yang sama.
Setelah dibuka, obat berbentuk sirup lebih rentan terhadap kontaminasi dari mikroorganisme yang akan merusak bentuk sediaan obat.
Selain itu, obat berbentuk sirup dikemas dalam botol. Bentuk kemasan ini berukuran lebih besar, kadang mudah pecah, serta lebih sulit diangkut daripada. Sementara obat berbentuk tablet dan kapsul lebih ringan dan praktis.
Penggunaan obat berbentuk sirup juga harus dibantu dengan sendok atau gelas takar supaya dosisnya tepat. Penggunaan sendok rumah tangga tidak selalu menghasilkan ukuran yang tepat.
Oleh karena itu, obat berbentuk sirup harus ditakar dengan sendok atau cup takar yang disediakan di dalam kemasan. Pada obat sirup dengan penetes (drops), disediakan alat penetes yang dilengkapi keterangan penunjuk angka untuk mengukur volume obat yang dibutuhkan.
Obat padat
Sebagian besar obat diproduksi dalam bentuk padat (tablet, kapsul) karena mudah digunakan oleh pasien. Selain itu, produksinya juga lebih mudah dan murah.
Tablet merupakan bentuk obat yang populer karena menguntungkan dari sisi produsen maupun pasien. Dari sisi produsen, tablet unggul produksinya mudah dan murah, proses pengemasan serta pengirimannya juga gampang. Kandungan obat pun lebih stabil.
Bagi pasien, tablet mudah digunakan karena dosisnya akurat, bentuknya ringkas, mudah dibawa maupun dikonsumsi. Masa pakai obat padat berbeda-beda, bisa 1 hingga 5 tahun.
Selain tablet biasa yang dibuat tanpa proses penyalutan khusus untuk memodifikasi penyerapannya di dalam tubuh, tablet juga dapat dimodifikasi menjadi bentuk tertentu. Misalnya tablet salut gula atau tablet yang dilapisi gula, untuk menutupi rasa yang kurang enak maupun melindungi bahan aktif obat dari oksidasi.
Sementara, kapsul merupakan bentuk sediaan obat padat yang menggunakan cangkang kapsul yang tidak berasa, tidak berbau, dan mudah ditelan.
Kapsul bisa berisi serbuk maupun obat dalam bentuk butiran kecil. Ada pula kapsul berisi cairan, seperti kapsul vitamin E. Bagi pasien, kapsul mudah untuk ditelan karena memiliki permukaan yang licin dan tidak memiliki rasa.
Kapsul juga memiliki penampilan menarik dengan warna-warna tertentu. Bagi pasien yang sulit menelan, obat kapsul tertentu boleh dibuka dan isinya dicampurkan dalam sedikit air.
Tablet dan kapsul khusus
Tablet maupun kapsul juga dapat dirancang untuk mengatur pelepasan bahan aktif dari dalamnya sesuai dengan efek yang diharapkan. Misalnya obat extended-release (XR) didesain agar pelepasan zat aktif di dalamnya lebih terkendali dan dalam waktu yang lebih lama. Tujuannya agar frekuensi penggunaan obat bisa dikurangi. Misalnya, dari penggunaan tiga kali sehari menjadi sekali sehari saja.
Biasanya, obat dalam bentuk extended release mengandung bahan aktif dalam kadar yang lebih tinggi. Melalui teknologi khusus, pelepasan zat aktif di dalamnya berlangsung secara perlahan.
Obat salut enterik, obat salut yang ditujukan untuk larut di dalam usus, dirancang supaya zat aktif di dalamnya tidak diserap di lambung. Hal ini diperlukan karena pertimbangan kelarutan, stabilitas, maupun efek yang diharapkan. Misalnya, kapsul Lansoprazol, obat untuk tukak lambung, dibuat dalam bentuk salut enterik karena Lansoprazol tidak tahan terhadap asam lambung. Lapisan penyalut ini akan terlarut di usus 12 jari dan melepaskan bahan aktif obat, sehingga dapat diserap dan memberikan efek bagi tubuh.
Obat yang dibuat dalam bentuk extended release tidak boleh digerus sebelum diminum. Menggerus obat-obat seperti ini dapat menyebabkan pelepasan obat terlalu cepat, sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan.
Sementara, penggerusan obat salut enterik menyebabkan bahan aktif obat menjadi tidak aktif di dalam lambung (misalnya omeprazol, obat tukak lambung). Obat justru berisiko merusak lambung (aspirin, obat pengencer darah).
Pilih yang mana?
Apakah Anda lebih suka obat sirup atau padat?
Sayangnya Anda tidak bisa bebas memilihnya karena bentuk obat telah ditentukan oleh perusahaan farmasi. Meski sebagian obat tersedia dalam bentuk sirup dan padat, terkadang Anda tidak bisa memilih karena kebanyakan obat hanya tersedia dalam bentuk padat.
Kemanjuran obat tidak sepenuhnya ditentukan oleh bentuk obat, tapi oleh kadar obat di dalam tubuh, proses yang dilalui obat di dalam tubuh, serta faktor penyakit dan kondisi tertentu.
Namun, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter dan apoteker untuk memilihkan bentuk obat yang paling sesuai dengan kondisi Anda.
Yang lebih penting, beli dan minumlah obat keras sesuai dengan resep dokter. Gunakan obat sesuai anjuran dokter dan apoteker agar daya sembuhnya optimal. Jika obatnya tergolong obat bebas, minumlah sesuai dengan anjuran yang tertera dalam kemasannya. Jangan berlebihan!
Sumber :